AMANAHSULTRA.ID : KENDARI – Persoalan mega proyek Jalan Kendari-Toronipa memasuki babak baru. Dimana sejumlah warga yang terdampak proyek itu mempertanyakan soal kejelasan pembayaran lahan mereka yang hingga saat ini masih simpang siur.
Dimana anggaran yang dikucurkan untuk ganti rugi lahan warga yang terkena proyek jalan ini sebesar Rp150 Miliar. Meski demikian, jumlah anggaran tersebut tidak mencukupi untuk mengganti keseluruhan kerugian lahan warga yang ada disana.
Hal tersebut terkuak saat salah seorang pemilik lahan bernama Rasyid warga Kelurahan Kasilampe, Kota Kendari angkat bicara.
Kepada AmanahSultra.id, Rasyid sangat kecewa dengan sikap Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tenggara (Sultra) yang tidak melakukan koordinasi dengan sejumlah warga pemilik lahan.

Yang mana tanah miliknya seluas kurang lebih 100 meter persegi yang berada di Kelurahan Kendari Caddi, Kota Kendari tidak akan dilepas olehnya.
“Intinya tanah kami yang di Kendari Caddi tidak akan kami berikam untuk proyek jalan Kendari – Toronipa, sebab tanah itu akan kami gunakan sebagai lahan untuk membangun rumah atau bengkel pengganti, “ungkap Rasyid, Kamis (25/2/2021)
Anehnya lagi saat pihak Kadis PUPR dan pemerintah setempat (Kendari Caddi) , memanggil para pemilik lahan untuk menghadiri pertemuan, Rasyid merasa hal itu menuai keganjalan.
Sebab, para pemilik tanah diminta untuk menadatangani kesepakatan lahan dalam bentuk ganti rugi berupa uang.
“Kan aneh lagi, masa kita mau tanda tangan sementara belum ada kesepakatan harga ke kami, intinya kami tidak akan lepas tanah itu, “ucapnya

Tak hanya itu setelah ditelusuri olehnya (Rasyid bersama warga) ternyata Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), sudah ditunjuk oleh pihak Pemprov Sultra untuk menyelesaikan masalah ganti rugi lahan masyarakat.
“Saya dapat informasi ternyata ada KJPP di Kendari tapi kenapa tidak dilibatkan dan inilah dampaknya. Coba kalau KJPP di kendari pasti kita tahu. Tapi ini yang dipake KJPP dari Jakarta lain yang datang mengukur lain yang datang melakukan perhitungan, “bebernya
Anehnya lagi, ganti rugi tanah di Kelurahan Kasilampe pada tahun 2011 dihargai senilai Rp450 ribu permeter namun harga ganti rugi ditahun 2021 berbeda dengan tahun sebelumnya.
“Jadi sudah 10 tahun yang lalu, itupun letak tanahnya didalam lorong dan Lorong. Sedangkan tanah kami di Kasilampe adanya dipinggir jalan poros, masa dihargakan hanya Rp300 lebih permeter, “bingungnya
Bahkan parahnya juga tanah warga diujung Kelurahan Kesilampe ada yang dihargakan senilai Rp26 ribu permeter.
Olehnya itu dia berkeras bahwa tanah miliknya yang ikut terkena proyek jalan tersebut tidak akan diserahkan secara cuma-cuma.
“Kondisi tanah saya belum digusur masih berdiri bangunan. Tetapi kami tidak akan membiarkan mereka menggusur rumah kami, “tegasnya
Akibat tindakan Pemprov Sultra yang semena-mena, pihaknya (para pemilik lahan) merasa sangat terzhalimi dengan apa yang telah dilakukan terhadap mereka.

“Kami merasa sudah terzhalimi sama pihak pemprov sultra, karena jujur saja kami akan terus pemasalahakan proyek ini hingga ada jalan baik yang diberikan ke kami. Jangan seenaknya mereka buatkan kami seperti ini, “ujar Rasyid dengan nada kesal.
Sementara itu terkait persoalan tersebut, Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Kendari, Sulkarnain menyebutkan bahwa peristiwa soal lahan warga terdampak dari proyek jalan Kendari-Torinipa berpotensi terjadi pelanggaran HAM dan potensi korupsi didalamnya.
“Ada beberapa masyarakat yang telah mengadukan berbagai kerugian saat pertemuan menbahas ganti rugi lahan dan bangunan masyarakat bersama Pemprov yang kemudian mereka rasa ada ketidaksesuaian dengan harga tanah dan bangunan milik mereka dan itu sangat jauh dari standar harga ganti kerugian, “beber Sulkarnain
Bahkan kata Sulkarnain, beberapa masyakarat yang rumahnya akan tergusur hanya diberikan harga paling banyak setengah dari total jumlah harga bangunannya.
“Kasian masyarakat ini. Padahal mereka akan kehilangan tempat tinggal dan lahan produktif yang menjadi salah satu sumber penghasilan sehari hari, “ucapnya
Tak hanya itu kata dia, yang menjadi aneh lahan tidur milik PT. Bosowa yang ikut terkena proyek jakan tersebut justru mendapat pembayaran dengan harga tinggi.
“Setelah beberapa perbedaan harga permeternya padahal di lokasi yang sama, justru salah satu perusahaan milik investor china PT. Bosowa justru di berikan ganti rugi yang sangat fantastis. Ada apa ini, itu lahan lahan tidur tapi justru mereka yang dibayar mahal. Kasian warga ini janganlah dibeda-bedakan, “jelas Sulkarnain
Penulis : Falonk