AMANAHSULTRA.COM : OPINI- Viralnya salah satu sekolah negeri di jawa tengah yang mengekspos sebuah foto dimedia sosial dengan bendera Tauhid melaui akun @karolina_bee11. Hal ini kemudian memicu adanya antipati
rezim sekuler untuk melakukan investigasi siswa siswi yang berfoto dengan bendera tauhid tersebut. Dilansir dari laman Tempo.com Sebuah foto yang diduga siswa-siswi Madrasah Aliah Negeri 1 Sukabumi, Jawa Barat sedang membentangkan bendera tauhid viral di media sosial sejak Sabtu malam, 20 Juli 2019. Foto itu menunjukkan para siswa membawa dua bendera tauhid dan bendera merah putih di dalam lingkungan sekolah.
Merespon hal tersebut anggota DPR Komisi VIII Ace Hasan Syadzily, mengomentari foto tersebut serta menautkannya kepada Menteri Agama Indonesia, Lukman Hakim Saifuddin. Ace meminta Lukman untuk segera mengklarifikasi dan mencari tahu kebenaran foto yang diunggah oleh akun @Karolina_bee11 itu. "Seharusnya Madrasah apalagi yang dikelola Kemenag harus mengedepankan semangat NKRI daripada penggunaan bendera yang identik dengan organisasi yang terlarang," kata Ace melalui akun twitternya @acehasan76 pada Sabtu, 20 Juli 2019 pukul 21.45.
Memandang hal tersebut, justru ini adalah sebuah bentuk ketidakadilan atas diskriminasinya, salah satu simbol ajaran islam yaitu bendera tauhid. Padahal mengibarkan bendera tauhid bukanlah tindakan melanggar hukum melainkan ekspresi seorang muslim yang bangga terhadap simbol-simbol islam. Dalam hal ini pula tindakan investigasi yang dilakukan oleh Menag, Lukman Hakim Syaifuddin bisa termasuk dalam tindakan persekusi.
Hal ini telah diatur dalam pasal 368 KUHP “ bahwa bagi setiap orang yang berusaha melakukan tindakan perampasan dan penyitaan terhadap Bendera Tauhid milik orang lain tanpa hak, maka terancam pidana 9 (sembilan) tahun penjara dan termasuk tindakan persekusi terhadap orang yang mengibarkan bendera tauhid adalah perbuatan melanggar hukum”.
Adanya sikap antipati rezim sekuler atas diskriminasinya salah satu simbol Islam justru berkebalikan ketika menghadapi adanya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh segelintir penguasa serta pejabat-pejabat di negri ini. Tentu kita tidak akan lupa keterlibatan Menag, Lukman Hakim Saifuddin atas dugaan kasus korupsi lelang jabatan. Yang kemudian menyeret beberapa politikus lainnya, salah satunya yaitu Romahurmuzy.
Menyikapi hal tersebut, sebagaimana dalam perundang-undangan terkait Tindak Pidana Koruptor (tipikor) Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor, berbunyi: Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun dan denda paling sedikit 200 juta rupiah dan paling banyak 1 miliar rupiah.
Meskipun adanya pasal tipikor tetapi hal ini tidak mampu memberi efek jera, bahkan tingkat korupsi di negri ini semakin merajalela. Lantas mengapa rezim ini lebih getol memperkusi dakwah dan mengkriminalisasi simbol serta ajaran islam, dibandingkan memperkuat hukuman bagi para koruptor? Problematika nya disini ialah tidak adanya aturan yang kuat untuk menghukum para tipikor tersebut. Selain itu adanya sistem yang memberi kebebasan dalam melakukan kejahatan yang tak lain yaitu demokrasi sekuler.
Tanggung Jawab Pemimpin Dihadapan Allah, Yang Tak Menerapkan Hukum Syara Sejatinya seorang pemimpin adalah orang yang paling adil dan bertanggungjawab, karena ia dipilih sebab mampu memikul amanah, mampu memberi keadilan serta bertanggung jawab atas segala hal yang dibebankannya. Pemerintahan yang bersih dan baik (clean and good government) adalah salah satu kunci untuk mewujudkan pembangunan yang adil, makmur dan merata.
Dengan pemerintahan seperti inilah, maka akan terciptanya pelayanan terhadap masyarakat secara maksimal tanpa pandang bulu, dan yang terpenting tanpa ada anggaran negara yang dikorupsi masuk ke kantong pribadi ataupun ke segelintir golongan. Namun, pemerintahan yang adil, baik dan bersih jika ditopang dengan sistem yang buruk maka hasilnya adalah sebuah ketimpangan, kerusakan serta kehancuran bagi masyarakat, bangsa dan agama.
Dan bila mana, jika sistem buruk ini dipertahankan fatalnya adalah adanya kebebasan individu maupun golongan tertentu kerap senantiasa memainkan perannya sebagai pelaku kejahatan. Padahal seyogyanya pemerintah/ penguasa yang paling memiliki kendali untuk mengontrol individu maupun golongan tertentu adalah menjadikan Islam sebagai aturan hidup yang terikat dengan hukum syara. Lalu bagaimana bila penguasa tersebut mengabaikannya?.
Hal ini telah disabdakan oleh Rasulullah SAW :
“Seseorang yang dijadikan pemimpin, tapi tidak menjalankannya dengan baik, maka dia tidak akan mencium harumnya bau surga.” (HR. Imam Bukhari) Seorang penguasa yang dijadikan sebagai pemimpin berkewajiban menerapkan hukum- hukum islam, agar tak akan ada lagi persekusi maupun diskriminasi atas ajaran serta simbol-simbol islam. Selain itu dengan menerapkan islam sebagai aturan hidup akan menggenalisir tindak pidana korupsi maupun kejahatan lainnya.
Penulis : Hamsina Halisi Alfatih (Korda Muslimah KARIM kendari)
Attention : Segala penulisan dalam artikel opini ini sepenuhnya tanggungjawab penulis.