AMANAHSULTRA.COM : JAKARTA – Bursa Efek Indonesia (BEI) bakal memanggil manajemen PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang dan Rekannya selaku auditor laporan keuangan perusahaan tersebut, pada Selasa (30/4/2019).
Pemanggilan itu berkaitan dengan dua pendapat yang berbeda antara pihak komisaris dan manajemen terhadap pembukuan neraca keuangan tahun 2018 lalu.
Menaggapi hal itu, Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan bahwa, pihaknya sudah meminta manajemen Garuda Indonesia memberikan penjelasan tertulis terkait pengakuan pendapatan atas piutang dari PT Mahata Aero Teknologi (Mahata). Selain itu dia menyatakan akan terus melakukan koordinasi dengan maskapai penerbangan pelat merah tersebut.
” Jadi untuk memperjelas transaksi atas pendapatan tersebut, Bursa akan mengadakan hearing pada Selasa 30 April,” ungkap, Jumat (26/4/2019)
Lebih lanjut Nyoman menjelaskan bahwa sejauh ini, BEI sedang menelaah transaksi kerja sama pihak Mahata dengan Garuda Indonesia, lalu pos piutang dan pendapatan Garuda Indonesia. Namun, Nyoman belum bisa memastikan apakah ada potensi manipulasi dalam pembukuan 2018.
“Terkait berita mengenai laporan tahunan Garuda tahun 2018, Bursa telah dan sedang mempelajarinya,”terangnya
Selain itu, terkait potensi revisi keuangan Garuda Indonesia akibat polemik yang terjadi di tubuh internal perusahaan. Nyoman tak bisa menjawab soal sanksi yang diberikan kepada manajemen dan kantor akuntan publik soal kesengajaan memanipulasi laporan keuangan tahun lalu ini.
Polemik ini bermula saat, Komisaris PT Garuda Indonesia Tbk tak sepakat dengan manajemen terkait neraca keuangan perusahaan penerbangan tersebut, mereka yakni Chairal Tanjung dan Dony Oskaria. Kedua nama itu merupakan perwakilan dari PT Trans Airways dan Finegold Resources Ltd selaku pemilik dan pemegang 28,08 persen saham Garuda Indonesia.
Bahkan mereka juga tidak mengakui pendapatan transaksi yang tertuang di dalam perjanjian kerja sama penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan antara Mahata dan anak usaha Garuda Indonesia, PT Citilink Indonesia.
Sebab, pendapatan sebesar US$239,94 juta yang merupakan pendapatan Garuda Indonesia atas kerja sama itu belum juga dibayarkan oleh Mahata hingga akhir 2018. Namun, manajemen tetap mengakuinya sebagai pendapatan perusahaan.
Alhasil,keputusan itu membuat kinerja Garuda Indonesia terlihat lebih baik pada 2018. Bila pada 2017 masih rugi sebesar US$216,58 juta, perusahaan tercatat membukukan laba pada 2018 sebesar US$809,84 ribu.
Laporan : Ocha