AMANAHSULTRA.COM : OPINI – JAKARTA Kompas.co. Terpidana kasus pelecehan seksual yang juga mantan guru Jakarta International School (JIS) Neil Bantleman telah bebas.
Neil ditahan di lembaga pemasyarakatan kelas 1 Cipinang Jakarta Timur. Humas Ditjen Pemasyarakatan Ade Kusmanto saat dikonfirmasi kompas.com, Jumat (12/7/2019) mengatakan Neil dibebaskan karena mendapat grasi dari presiden Jokowi berdasarkan Keppres nomor 13/g tahun 2019 tgl 19 juni 2019.
Kepres tersebut memutuskan berupa pengurangan pidana dari 11 tahun menjadi 5 tahun 1 bulan. Dan denda pidana senilai Rp.100 juta. Komisi perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyesalkan kebijakan presiden Jokowi memberikan grasi kepada terpidana kasus pelecehan seksual siswa JIS.
Anggota KPAI Putu Elvina mengatakan grasi Jokowi menjadi lembaran hitam terhadap upaya perlindungan anak di Indonesia. Kekecewaan pihak KPAI dan khususnya lagi pihak orang tua siswa yang menjadi korban pedofil sangatlah beralasan. Kasus seperti ini merupakan perbuatan bejat yang membuat korbannya kehilangan masa depan dan mengalami trauma berat.
Pihak korban pun tengah mengajukan gugatan perdata di pengadilan negeri Jakarta Selatan. Langkah ini diambil keluarga karena hingga saat ini korban masih dalam perawatan dan trauma atas apa yang dilakukan oleh salah satu pelaku.
Sistem Hukum yang Lemah
Kekerasan seksual terhadap anak akan berdampak panjang. Di samping berdampak pada masalah kesehatan di kemudian hari, juga berkaitan dengan trauma yang berkepanjangan, bahkan hingga dewasa.
Banyak dampak trauma akibat kekerasan seksual pada anak, antara lain pengkhianatan
atau hilangnya kepercayaan anak terhadap orang dewasa, trauma secara seksual, dan merasa tidak berdaya. Bila tidak ditangani serius itu dapat menimbulkan dampak sosial yang luas ditengah masyarakat.
Dengan banyaknya hal-hal buruk yang menimpa korban pedofil pada anak seharusnya pelakunya dihukum berat. Bahkan, menurut Seto Mulyadi lembaga perlindungan anak Indonesia pelaku pedofil ini harus ada pemberatan hukuman. Seperti kebiri, pemasangan chip, bahkan hukuman seumur hidup dan hukuman mati.
Namun, pemberian grasi oleh Presiden membuktikan kelemahan negara dalam menghadapi pelaku kriminal setingkat Pedofil khususnya warga asing.
Hal itu tentu akan mengakibatkan bertambahnya pelaku kejahatan serupa. Karena tidak ada tindakan tegas untuk menghukum si pelaku. Inilah hukum di negara kita pada sistem liberal hari ini.
Sangat tidak relevan dan cenderung memihak. Padahal al-humazah alat untuk menegakkan
dan mencari keadilan siapa yang salah harus dihukum dan siapa yang tidak bersalah harus
dilindungi dari hukum.
Solusi hanya ada di dalam Islam
Predator kekerasan seksual terhadap anak yang saat ini sedang menjadi momok mengerikan bangsa Indonesia. Hal tersebut hanya bisa diselesaikan dengan cara Islam.
Di dalam Islam, hukuman untuk pelaku pedofil ialah hanya dengan membunuh si pelaku. Tidak ada negosiasi dalam menindaknya. Hanya masalahnya dalam sistem sekuler saat ini penyakit seksual justru dimasukan dalam unsur kebebasan HAM.
Allah Swt mengingatkan dalam surat Thaha : 24, Dan barangsiapa berpaling dari peringatanku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit dan kami menghimpunnya pada hari kiamat dalam keadaan Islam adalah agama yang istimewa di dalamnya terkandung berbagai macam solusi dari masalah yang dihadapi umatnya secara tuntas, termasuk masalah kekerasan atau pedofil anak.
Pertama, individu atau keluarga. Dimana tugas membimbing dan mengarahkan anak adalah tugas orang tua. Menyelamatkan anak dari api neraka. Bahkan mengajari mereka untuk taat pada apa yang Allah perintahkan, meninggalkan apa yang Allah Larang. Semisal untuk menutup aurat. Dan menjauhi hal-hal yang menjadi datangnya murkanya Allah.
Kedua, masyarakat. Kontrol masyarakat sangat diperlukan, ketika ada gerak-gerik mencurigakan masyarakat seharusnya aktif. Tidak menutup-nutupi kesalahan orang yang berbuat salah. Menghindari ikhtilat (campur Baur laki-laki dan perempuan).
Ketiga, negara. Negara sangat menentukan arah hukum yang ada di dalamnya. Menerapkan sanksi tegas dan keras bagi pelaku kejahatan kriminal, apalagi terkait masalah anak. Agar terjadi efek jera bagi pelaku selanjutnya. Melarang dibukanya tempat-tempat maksiat yang bisa mengganggu keamanan masyarakat.
Juga menerapkan kurikulum pelajaran di sekolah dengan basis Islam untuk menjadi dasar bagi anak usia dini.
Dengan pencegahan yang terarah dan penanganan yang cepat nan tepat perlindungan terhadap anak akan lebih terlaksana. Karenanya ini hanya ada dalam sistem Islam, yaitu aturan yang langsung bersumber dari sang Maha Pencipta.
Penulis : Sulastri (Komunitas Peduli Umat)
Attention : Segala penulisan dalam artikel opini ini sepenuhnya tanggungjawab penulis.