AMANAHSULTRA.COM : JAKARTA – Layanan financial technology (fintech) pinjaman online kini sedang berkembang di Indonesia. Termasuk layanan pinjaman online ilegal yang banyak berkeliaran masih belum berhenti menelan korban. Bunga dan denda yang tinggi, juga sistem penagihan yang mengganggu privasi dan mengancam membuat resah masyarakat.
Ketua Satgas Waspada Investasi, Tongam L. Tobing bersama Brigjen Polri Dedi Prasetyo siang tadi, Jumat (2/8/2019) mengadakan jumpa pers terkait hal itu. Dia menjelaskan bajwa pengguna fintech ilegal yang mendapatkan ancaman atau intimidasi bisa langsung mendatangi kantor polisi untuk melaporkannya. Mereka harus membawa kartu identitas hingga membawa bukti teror.
“Untuk masyarakat yang sudah terlanjur terjerat, bisa datang langsung ke kantor polisi terdekat, membuat laporan. Jangan lupa bawa bukti-bukti teror, intimidasi atau pelecehannya, “kata Tongam saat ditemui di Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan.
Selain itu Tongam mengatakan, saat ini undang-undang (UU) terkait fintech atau pinjaman secara online sangat dibutuhkan. Itu diperlukan sebagai landasan hukum untuk menghentikan fintech ilegal yang makin banyak. Dengan adanya UU, diharapkan nantinya fintech yang operasionalnya tidak memiliki izin dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maka langsung masuk tindak pidana
“Kita membutuhkan UU fintech, karena kalau lihat fintech ilegal tak ada undang-undang yang mengatakan tindak pidana. Adanya Undang-Undang ini juga diharapkan dapat menutup celah kehadiran fintech-fintech bodong atau tidak berizin. “ucapnya
Sampai saat ini OJK telah mencatat jumlah Fintech Peer-To-Peer Lending tidak terdaftar atau memiliki izin usaha dari OJK telah mencapai sebanyak 1.230 etintas. Jumlah itu terdiri dari 404 etintas yang tercatat pada 2018 dan 826 etintas sepanjang 2019.
Walaupun Satgas Waspada Investasi sudah banyak menutup kegiatan Fintech Peer-To-Peer Lending tanpa izin OJK, tetapi tetap saja banyak aplikasi baru yang bermunculan baik pada website dan Google Playstore atau link unduh aplikasi yang diblokir tersebut.
“Masih banyak yang dapat diakses melalui media lain, sehingga masyarakat diminta untuk tidak mengakses atau menggunakan aplikasi fintech peer to peer lending tanpa izin OJK, “jelas Tongam.
Untuk diketahui bahwa fintech peer to peer lending ilegal bukan merupakan kewenangan OJK karena tidak ada tanda terdaftar dan izin dari OJK. Sedangkan yang menjadi ranah kewenangan OJK adalah Fintech Peer-To-Peer Lending yang terdaftar dan berizin di OJK. Jika terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh fintech peer to peer lending yang terdaftar dan berizin di OJK maka OJK dapat melakukan penindakan terhadap fintech tersebut.
Tongam menjelaskan apabila ingin melakukan pinjam secara online, disaranakan masyarakat untuk melihat daftar aplikasi fintech peer to peer lending yang telah terdaftar atau berizin di OJK pada website www.ojk.go.id.
Laporan : Fandi
Editor : Ifal Chandra