AMANAHSULTRA.COM : JAKARTA – Pada dasarnya semua manusia tentu menghendaki kedamaian dan kebahagiaan. Jargon ini pula yang sering digaungkan oleh setiap utusan negara untuk berbicara di forum PBB.
Namun demikian, kadangkala ambisi, harga diri dan keserakahan membuat orang lupa akan makna pesan damai yang digaungkan dimana-mana. Terlebih saat laju teknologi berkembang dengan pesat, ternyata benteng moral belum mampu mengimbangi akselerasi ambisi yang kian brutal.
Bumi dieksploitasi, bangsa yang lemah tetap dijajah, dan berbagai senjata pemusnah terus dikembangkan. Apa sebenarnya yang diinginkan syahwat kekuasaan tanpa kearifan.
Pengamat Teknologi Pertahanan, Dede Farhan Aulawi, mengatakan bahwa kejadian di Baghdad yang telah menewaskan sang jenderal kebanggaan Iran, mempertontonkan bagaimana teknologi sangat berperan dalam mengemban misi pembunuhan dan kehancuran.
“Apakah seperti itu tujuan dari hadirnya teknologi yang mendekatkan umat manusia pada kehancuran ? Sebab sejatinya teknologi bisa mewujudkan manusia yang penuh keadaban, saling menghormati dan membantu mewujudkan kebahagiaan, “ucapnya, Rabu (15/1/2020).
Selanjutnya Dede juga menguraikan tentang berkembangnya konsep “smart defense”. Dimana medan pertahanan dibangun dengan mengintegrasikan kecerdasan buatan (AI) yang mereformulasi persenjataan dengan sistem otomasi.
“Apalagi saat ini sedang dikaji perkembangan terkini dari biowarfare seiring dengan semakin majunya teknologi rekayasa genetik. Terutama setelah era molecular tools seperti CRISPR-CAS9 mulai banyak diulik di berbagai pusat riset biohayati, “jelasnya
Selain itu kata Dede, konsep epigenetic juga membuka potensi untuk merubah “sifat” manusia melalui aspek lingkungan seperti antara lain pajanan EMF, modifikasi cuaca, sampai penggunaan aspek nutrigenomik dalam pajanan unsur tertentu melalui nutrisi.
“Coba lihat bagaimana keberadaan Prion yang sulit terdeteksi tetapi langsung dapat menginfiltrasi otak. Bagaimana jika Prion diprogram untuk merubah perilaku ? Perilaku pasif dimodifikasi menjadi aktif agresif, yang membuahkan militansi pembunuhan super mutakhir, “ungkapnya
“Kemudian bagaimana jika rekayasa genetis agresif itu diberikan pada mereka yang tangan dan jarinya diberi kewenangan untuk menekan tombol-tombol rudal balistik hipersonik. Mungkin akan menjadi awal kehancuran yang akan merobek-robek puluhan perjanjian damai. Dengan pengetahuan tentang CRISPR, efek metilasi dan lainnya, semua menjadi sangat mungkin, “tambah Dede.
Bahkan Dede menambahkan, beberapa bulan yang lalu, Paris Zoological Park memamerkan Physarum Polychepalum yang merupakan entitas bersel tunggal yang “brainless”, tapi dapat bertukar informasi, memperbaiki dan meregenerasi diri sendiri dalam hitungan menit.
Tak hanya itu saja belum lama ini juga Worchester Polytechnic bersama Raytheon berhasil mengembangkan spesies bacteri pengenal ranjau dan membuat suatu sistem operasi mikroba, dimana saat bakteri mengenali ranjau maka akan memberi sinyal pada bakteri berfluorescen atau berkromatofor agar “menyala” dan dapat diidentifikasi oleh Drone surveillance”.
“Suatu saat diperkirakan rekayasa tekno hayati dapat mendesain lahirnya mikroba penghancur tanaman pangan yang bisa mengakibatkan krisis pangan di suatu kawasan. Beberapa riset neurofisiologi khususnya yang terkait dengan sandapan elektrofisiologi gelombang otak, selain mulai dapat memilah sumber gelombang, juga secara spektral mulai dapat menciptakan stimulus yang dapat merubah profil kinerja neurofisiologi seseorang, sehingga mampu merangsang perilaku agresif, sampai amuk massa, “papar Dede
“Coba perhatikan riset Rita Singh dari Carnegie Melon University yang telah meriset banyak sampel suara untuk mendapatkan pola persuatif yang dapat “mensugesti dan menggerakkan” sekelompok orang untuk meyakini dan melakukan sesuatu dengan kesadaran penuh. Hal yang mungkin digunakan oleh orang Ruhr bernama Goebbels dan kanselirnya yang bernama Adolf Hitler dari NSDAP dalam menggerakkan semangat superioritas Aria bangsa Jerman, “lanjutnya.
Diuraikannya juga, jika pola yang antara lain dapat dicari dengan DL itu kemudian diintegrasikan dalam suatu metoda yang dapat dibroadcast melalui platform media sosial ataupun kanal-kanal video dengan intensitas penontonnya terus meningkat.
“Suatu bangsa dapat dibuat tidak berdaya secara tidak kelihatan dengan menyusupkan bakteri/mikroba pemicu terjadinya polimorfisme pada segmen gen tertentu yang berakibat pada meningkatnya insidensi LBW/low birth weight, “ujar Dede.
Dijelaskannya juga bahwa hal itu tentu berdampak potensi SDM sebuah negara akan melemah, bukan saja tidak produktif, tetapi juga menjadi beban biaya negara, yang pada akhirnya alokasi anggaran yang terbatas akan tersedot ke sektor kesehatan.
“Lalu alokasi pertahanan dan keamanan akan teralokasi anggaran seadanya. Bisa dibayangkan hasilnya, sistem pertahanan yang rendah dengan kondusifitas keamanan yang rentan, “pungkas Dede.
Laporan : Ifal Chandra