AMANAHSULTRA.ID : KONUT – Kasus izin lintas koridor PT Indonusa Arta Mulya dan PT Sultra Sarana Bumi (SSB) masih menjadi perhatian khusus Lembaga Persatuan pemuda pemerhati daerah kabupaten Konawe Utara (P3D-Konut)
Hal itu dikatakan oleh Ketua P3D-Konut, Jeje kepada AmanahSultra.id, Senin (29/7/2024).
Yang mana kata dia, Kepala Dinas Kehutanan Sultra menyatakan bahwa Izin lintas Koridor dasarnya adalah permen LHK No 8 Tahun 2021 tentang Tata hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan di Hutan Lindung dan Hutan Produksi.
“Akan tetapi, jika dicermati atau dikaji pasal per pasal, huruf per huruf aturan Permen LHK No 8 tahun 2021 kita harus menggaris bawahi bahwa dalam aturan tersebut “Tidak ada Kata” Izin lintas Koridor boleh di lakukan di dalam Izin Usaha pertambangan (IUP), “ucap Jefri
Tak hanya itu saja, Jefri juga mengkaji kata Koridor atau Trase koridor berarti sebuah lokasi atau lahan yang lebih di kenal “lahan tak bertuan” atau tidak ada izin apapun di koridor tersebut.
“Atau dalam kata lain statusnya quo (Tumpang tindih). Namun anehnya lintas koridor PT Indonusa dan PT SSB hampir seluruhnya masuk di dalam IUP PT Antam Tbk blok Morombo dan Tapunopaka, Konawe Utara, “jelasnya
Dalam penerapannya PT Indonusa , PT Sultra Sarana Bumi serta PT Antam tbk adalah perusahan dengan masing-masing berbadan hukum yang terpisah dan berbeda.
Sehingga jika PT Indonusa dan PT SSB memasuki wilayah IUP PT Antam tbk maka setau dia wajib memiliki kerjasama Izin lintas sekalipun itu dalam kawasan Hutan Lindung (HL), HPK dan HPT.
Hal ini juga menurutnya, karena ada perubahan fungsi kawasan hutan yang di lakukan PT Indonusa dan PT SSB di dalam IUP PT Antam tbk yang di kemudian hari pemilik IUP yang pasti akan bertanggung jawab.
“Janggalnya jika kita mengacu pada Pasal 39 ayat 1 Huruf K UU Nomor 3 Tahun 2020 yang dimana pemilik IUP wajib melaksanakan reklamasi pasca tambang, “terang Jefri
Lanjutnya, “Dengan kata lain PT Antam tbk yang akan melakukan reklamasi pasca tambang dan membayar denda bukaan kawasan hutan sesuai UU Cipta kerja dengan penyelesaian pasal 110 A dan 110 B walaupun PT Indonusa Dan PT SSB yang melakukan bukaan atau lintasan Kawasan hutan lindung di dalam IUP-nya, “sambung pria sapaan Jeje ini
Sehingga menurut Jeje hal tersebut akan bertentangan juga dengan pasal 164 UU NO 3 tahun 2020 tentang pertambangan mineral dan batu bara.
“Setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan,Pengolahan dan/atau Pemurnian,Pengembangan dan/atau Pemanfaatan,Pengangkutan, Penjualan Mineral dan/atau Batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) huruf c dan huruf g, Pasal 104, atau Pasal 105 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), “papar Jeje
Masih Jefri, hal itu akan sejalan dengan beberapa penangkapan dan penetapan tersangka beberapa tahun lalu.
Dimana perusahan yang melakukan aktivitas didalam kawasan hutan dan hauling ore nikel di dalam IUP PT Antam Tbk blok Mandiodo dan Morombo tanpa IPPKH yang sudah di tetapkan tersangka oleh Kementerian lingkungan hidup dan kehutanan di bawah Gakkum KLHK RI .
Olehnya itu Jefri mendesak PT Antam Tbk segera melakukan rapat dengan semua stekholder pemerintah provinsi Sultra dan Kabupaten Konawe utara untuk mengambil langkah sebelum denda bukaan kawasan hutan di PT Antam Tbk yang tadinya 498,17 hektar are, bertambah lebih besar Jika di biarkan terus menerus.
“Karena asumsi publik akan juga terbangun bahwa PT Antam Tbk melakukan pembiaran dan mendapatkan dana koordinasi atau royalti terhadap penggunaan kawasan hutannya oleh PT Indonusa Arta Mulya dan PT Sultra Sarana Bumi, “tegas Jefri sembari menutup
Penulis : Redaksi