AMANAHSULTRA.COM : KONAWE – Kepala Desa (Kades) Desa Amesiu, Kecamatan Pondidaha, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra), kini harus berurusan dengan pihak Kepolisian lantaran dilaporkan warganya sendiri.
Kasus dugaan penyalahgunaan anggaran Dana Desa ini dialamatkan kepada Kades Amesiu bernama Jainuddin.

Dimana, ada tiga pokok aduan yang dilaporkan oleh Forum Masyarakat Desa Amesiu, diantaranya program sengnisasi, pengelolaan Dana Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan pembuatan deker plat.
Jumardin, salah satu penerima manfaat sekaligus tim pelaksana kegiatan mengatakan, untuk program sengnisasi ada dua masalah dalam pelaksaannya. Pertama, pembayaraan harian orang kerja (HOK), dan kedua pembagian seng yang tidak tercukupi.
Kata dia untuk HOK, dalam rencana anggaran biaya pemasangan seng untuk penerima bantuan sengnisasi disebutkan besarannya Rp1,5 juta. Lalu pembagian seng, jumlahnya tidak sesuai dalam rencana anggaran.
“Jumlah penerima sengnisasi 36 orang. Untuk HOK yang harusnya Rp1,5 juta tapi hanya diberikan Rp300 ribu saja, bervariasi, ada juga yang Rp200 ribu bahkan ada yang belum dikasih, “beber Jumardin saat ditemui usai membuat laporan di Polres Konawe bersama Forum Masyarakat Desa Amesiu.

“Kalau seng, setahu kami harusnya itu 70 lembar tapi diberikan tidak penuh, ada yang 48 lembar ada juga hanya 20 lembar, “tambah Jumardin.
Pembagian seng ini dibarengi dengan pemberian biaya kerja atau HOK. Namun menurut pengakuan mereka, hal ini tidak pernah disampaikan sebelumnya. Sehingga, dana yang mereka terima saat diberikan bantuan seng diterima saja sesuai besaran yang diberikan.
Hal senada juga dikatakan Semuel sebagai pengadu dan tokoh masyarakat di Desa Amesiu.
Ia menuturkan, banyak persoalan yang terjadi pada program sengnisasi ini. Dari jumlah seng yang dibagi, pembayaran HOK yang tak sesuai, hingga penggunaan dana desa yang terkesan ditutupi.
Kemudian kata dia, masalah lain soal penerimaan atap seng, masyarakat penerima bantuan tidak pernah memberikan persetujuan atas bantuan yang telah terima.
Padahal menurutnya, dalam laporan penggunaan harusnya penerima menandatangani bukti penerimaan, tapi pada akhirnya anggaran dana desa 2019 tetap dicairkan. Atas inilah dugaan lainnya muncul, yaitu dugaan pemalsuan tanda tangan penerima.
“Kami berharapnya penegak hukum tegakkan keadilan. Karena persoalan ini merugikan masyarakat banyak. Kami minta agar penegak hukum dapat menilai sesuai fakta di lapangan dan memutuskan dengan adil untuk masyarakat, “jelas Samuel.

Bahkan secara menyeluruh, ia juga mengkritik pola pemerintahan di Desa Amesiu saat ini. Sebab, keterbukaan informasi pengelolaan dana desa di Amesiu dikatakan tidak ada. Termasuk musyawarah desa yang terbilang tak ada.
Selanjutnya sambung Semuel terkait masalah BUMDes. Ia menyebut, BUMDes Amesiu jalan ditempat. Bahkan, penggunaan dananya juga tak pernah diketaui masyarakat.
“Intinya, kami inginkankan ada sanksi yang diberikan, supaya ada efek jera. Agar masyarakat bisa menikmati hasil dari pembangunan yang ada di desa, “tegasnya
Laporan : Arya
Editor : Ifal Chandra