AMANAHSULTRA.COM : JAKARTA – Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk melakukan perubahan dan transformasi.
Menjadi seorang pemimpin adalah orang yang mampu men-drive diri dan men-drive orang-orang yang dipimpinnya agar mampu melakukan perubahan, sekaligus mentransformasikan dan mengendalikan emosinya.
Hal ini dijelaskan oleh Pemerhati Neuroleadership, Dede Farhan Aulawi, Jumat (19/12/2019).
Menurut Dede, salah satu keterampilan yang harus dimiliki seorang pemimpin dalam memainkan perannya adalah ketrampilan Mentransformasi dan mengendalikan Emosi.
Hal tersebut merupakan ketrampilan pikiran yang menggambarkan kelincahan pola pikirnya dalam mengubah emosi destruktif menuju emosi yang konstruktif. Ujar Dede.
“Ketrampilan ini akan berperan sebagai driver agar setiap pencetus dan stimulan stress baik dari dalam maupun luar diri seseorang dapat dikelola dengan baik sehingga bukan destruktif emosi yang muncul namun menjadi Konstruktif, “ungkapnya
Kata Dede, dalam bahasa yang ringan, seorang pemimpin harus mampu mengenali dan mengendalikan stressor agar bisa menemukan jalan keluar secara konstruktif.
“Bila seseorang gagal dalam menggapai keinginannya dan memicu stress maka terjadi ketidak seimbangan neurotransmitter hormonal di otak, “jelasnya
Bahkan ketidakseimbangan ini lanjut Dede, memicu terjadinya beberapa gangguan fisik seperti mual, diare, tidak bisa makan, tekanan darah tinggi, dan lain sebagainya.
“Bila dibiarkan berlarut, akan membuat seseorang mejadi tidak produktif. Opininya akan membawa pada jalan pembenaran atas ketidakproduktivan atau kegagalan (failure by design), “ujarnya
Selain itu, pendekatan pengembangan Kepemimpinan berbasis Neurosains yang disebut dengan NeuroLeadership, mampu memberikan solusi untuk mencegah dan menanggulangi kondisi itu yang disebut dengan teknik LRV (Labeling, Reappraisal, Visioning).
Dimana teknik LRV ini akan menjadikan Pemimpin berbasis Neurosains (NeuroLeaders) menjadi lebih Agile/ Lincah dalam menyikapi setiap situasi dan kondisi dan mampu mentransformasi kepada Kemajuan.
“Kepemimpinan di masa depan harus mengedepankan pola atau algoritma dari cara kerja otak yang telah termutakhirkan, “imbuh Dede
“Sebab, pendekatan non klasik ini akan menghasilkan pembobotan (weighting) pada alur tertentu serta mulai menggali secara lebih mendalam kecerdasan kolektif yang perlu dikanalisasi agar terakumulasi dalam satu orkestrasi yang menghasilkan sebuah simfoni. Leadership is not about destination. Leadership is about Journey, “pungkasnya
Laporan : Ifal Chandra