AMANAHSULTRA.COM JAKARTA – Pada Jumat (2/8/2019) malam kemarin sekitar pukul 21.35 WIB. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) resmi menarik potensi ancaman tsunami terhadap gempa Banten.
Namun Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Rahmat Triyono mengimbau agar masyarakat tetap waspada terhadap gempa susulan yang sampai sekarang masih dipantau oleh pihaknya.
“Tadi malam kami baru menengarai satu gempa susulan yang jaraknya agak jauh ke selatan dari titik gempa sebelumnya dengan magnitudo 4,2 SR pukul 00.00 WIB. Namun tidak terlalu dirasakan di Banten maupun Lampung. Dan kami juga melakukan monitoring tidak hanya di Selat Sunda tapi juga di seluruh Indonesia, “kata Rahmat.
Kemudian dalam Selain itu dalam konferenri pers BMKG, Sabtu (3/8/2019) siang tadi. Rahmat juga kembali mengingatkan soal ancaman Sunda Megathrust. BMKG menyebut Megathrust adalah ancaman yang nyata.
“Ancaman Sunda Megathrust adalah sebuah ancaman real bahwa itu sebuah ancaman nyata di sepanjang pantai barat Sumatera “ucapnya
Lebih lanjut kata Rahmat, “Dari pantai Sumatera mungkin jaraknya sekitar 200 – 250 km di laut lepas. Kemudian di Laut Jawa jaraknya juga sekitar sama dan menerus sampai ke Bali sampe ke arah timur, kemudian ada di sisi utara Papua, dan itu ada juga dari sumber tumbukan pasifik ya, yang tadi saya sebutkan di awal lempeng Eurasia dan Indo-Australia, “jelasnya.
Perlu di ketahui Sunda Megathrust adalah gempa karena tubrukan antara lempeng Indo-Australia dengan Eurasi dan jika sumber kekuatan gempanya besar serta berasal dari laut yang dangkal, maka dapat memicu terjadinya tsunami.
Bahkan kata Rahmat gempa Megathrust bisa saja menimbulkan potensi tsunami. Dia menegaskan sampai saat ini megathrust itu belum bisa diprediksi kapan terjadi dan belum ada teknologi yang dapat memprediksi terjadinya gempa maha dahsyat itu.
Dia juga mengingatkan kepada warga di sepanjang jalur pertemuan tektonik ini untuk selalu tetap bersiaga.
“Kalau itu kekuatannya besar dan sumber gempanya dangkal, tentunya bisa memungkinkan terjadinya tsunami. Sehingga masyarakat di sepanjang jalur pertemuan lempeng tektonik, itu selalu siaga karena memang sebuah ancaman yang real dan sampai hari ini belum ada teknologi apa pun yang mampu memprediksi gempa terjadi, “tuturnya.
Laporan : Fandi
Editor : Ifal Chandra