AMANAHSULTRA.ID : KENDARI – Pembangunan Masjid Raya Al – Kautsar Kendari memiliki sejarah panjang dan telah melalui proses pembangunan yang tergolong lama.
Inisiatif pembangunannya pertama kali digagas oleh Gubernur Sultra ke-3 Brigjend H. Edy Sabara yang menjabat pada 19 Oktober 1966 sampai dengan 1 April 1967.
Kemudian 1 April 1967 sampai dengan 24 April 1967 Edy Sabara kembali menjadi gubernur Sultra.
Setelah itu 24 April 1967 sampai dengan 29 Nopember 1972 pria berpangkat 1 bintang ini menjabat lagi sebagai gubernur hingga 19 Juni 1978 .
Beliau yang dikenal sebagai peletak dasar-dasar pembangunan Provinsi Sulawesi Tenggara menghendaki dan memiliki impian supaya Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki masjid yang megah.
Niat Edy Sabara pun berujung manis, idenya itu sejalan dengan aspirasi masyarakat yang menginginkan agar Sulawesi Tenggara memiliki sebuah masjid besar agar dapat menjadi kebanggaan seluruh masyarakat di bumi anoa.
Kehadiran masjid berskala besar ini, tidak hanya bertujuan untuk menjadi tempat ibadah saja, tetapi juga untuk pusat kegiatan siar Islam di Sulawesi Tenggara.
H. Edy Sabara melontarkan gagasan pembangunan masjid besar bersamaan dengan pembangunan Kantor Gubernur yang kini menjadi Kantor Walikota Kendari, Kantor DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara yang kini menjadi Kantor Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara dan Rumah Jabatan Gubernur Sulawesi Tenggara.
Gagasan pembangunan masjid besar juga datang dari masyarakat. Mereka yang menggagas, yaitu Kapten Haruddin Thalib imam Masjid ”Askariyah” yang terletak diatas tanah yang dikuasai oleh Komando Resort Militer (Korem) 143 Haluoleo.
Sang imam terpesona oleh keindahan Teluk Kendari yang terlihat jelas setiap selesai sholat di masjid tersebut, sehingga gagasan tersebut disampaikan kepada Kolonel Adi Mangilep yang menjabat sebagai Komandan Resort Militer (Danrem) 143 Haluoleo pada kala itu.
Danrem menyatakan bahwa tanah tersebut merupakan milik TNI Angkatan Darat. Sang imam juga menawarkan gagasan tersebut kepada K.H. Baedawie selaku Kepala Kantor Departemen Agama (Kemenag) Propinsi Sulawesi Tenggara waktu dimasa itu.
K.H. Baedawie pun merespon dan melapor kepada Brigjen Edy Sabara Gubernur Sulawesi Tenggara perihal pembangunan Masjid besar itu.
Kemudian Brigjen Edy Sabara menyampaikan kepada Mayjen Endang Sukma selaku Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) Hasanuddin Ujung Pandang saat itu, ihwal rencana pembangunannya.
Namun gagasan itu tidak sampai terealisasi hingga Brigjend H. Edy Sabara mengakhiri jabatannya pada tahun 1978.
Namun saat itu terdapat persiapan tanah yang ditempati masjid ”Askariyah” milik Korem 143
Haluoleo yang dibina oleh Kepala Staf Korem 143 Haluoleo dan imam Kapten Haeruddin Thalib. Masjid tersebut berukuran 9 x 9 m2.
Saat itu tanah tersebut diserahkan oleh Panglima Kodam Hasanuddin pada masa pemerintahan Gubernur ke-4 Drs. H. Abdullah Silondae yang menggantikan Brigjend H. Edy Sabara. Yang mana, sebagian tanah masih berupa semak belukar dan rawa-rawa.
Dikala menjabat sebagai Gubernur Sultra pada tanggal 23 Juni 1978 hingga 3 November 1981, Drs. H. Abdullah Silondae tak sempat mengawali pembangunan Masjid itu (Al-Kautsar) dikarenakan beliau meninggal dunia sebelum masa jabatannya berakhir.
Rencana tersebut diawali oleh pembentukan panitia dengan susunan yang pada waktu itu, Ketua Umum Brigjen H. Arifin Sugianto menjabat sebagai Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara dan Ketua Pelaksana Drs. H. La Ode Kaimoeddin sekaligus Ketua Bappeda Propinsi Sulawesi Tenggara.
Rapat pertama panitia dimulai dengan pemberian nama masjid yang kelak dibangun. Pemberian nama diwarnai oleh 2 (dua) pihak dengan argumentasi masing-masing.
Pihak yang diwakili oleh Kakanwil Agama Propinsi Sulawesi Tenggara K.H. Baedawie dan Kepala Bagian Tata Usahanya K.H. Munir menyarankan supaya masjid yang akan dibangun diberi nama Masjid Agung ”Al-Kautsar”, sedangkan pihak lain yang diwakili oleh Kapten Haeruddin Thalib menyarankan supaya diberi nama Baidul Zaman.
Nama Al-Kautsar menurut K.H. Baedawie adalah memberikan kebanyakan yang banyak kepada manusia, sedangkan Baidul Zaman menurut Kapten Haeruddin Thalib hanyalah sebuah nama orang yang dianggap berjasa sebagai raja di salah satu pulau yang ada di Sultra.
Setelah melalui rapat yang cukup alot, alhasil voting terbanyak diraih oleh pihak Kakanwil Kemenag Sultra dengan nama Masjid Al-Kautsar, sehingga nama Al-Kautsar ditetapkan sebagai nama masjid yang akan dibangun pada masa itu.
Ide pembangunan masjid Raya Al-Kautsar ini kemudian direalisasikan oleh Gubernur Sultra ke-5, Ir. H. Alala yang memangku jabatan mulai tanggal 23 September 1982 sampai dengan 23 Desember 1992.
Gubernur Ir. H. Alala mengawali pembangunan Masjid dengan mendirikan Yayasan Masjid Agung Al-Kautsar Kendari bersama-sama dengan Drs. H. La Ute, Drs. Paroro Anime Bidjunuddin, Deliar Arifin, SE dan Drs. Muhammad Yunus.
Akta Yayasan Masjid Agung Al-Kautsar Kendari ditandatangani oleh Ny. Rachmatiah Hambu, SH sebagai Notaris dan Penjabat Pembuat Akta Tanah di Kendari, pada Jum’at Nomor 13 tanggal 13 Desember 1985.
Pengurus Yayasan yang pertama terdiri :
Ketua Umum: Ir. H. Alala
Wakil Ketua Umum : H. Madjied Joenoes
Ketua Harian : Drs. H. La Ute
Sekretaris : Drs. Paroro Anime Bidjunuddin
Wakil Sekretaris H. La Ode Wahid, BA
Bendahara : Deliar Arifin, SE
Wakil Bendahara Drs. La Sambo Ntewo
Anggota-anggota terdiri :
1. Bahtiar. S
2. Sudjatmiko
3. Alimuddin, SH
4. Sunarjo
5. Drs. H. A. Djabar Abu
6. Drs. La Aowu,
7. Paladengi Daeng Napu
8. Drs. Muhammad Yunus
9. H. Latjinta
10. H. Muhammad Thayeb Dioe
11. Ir. Raden Mas Ridho Susilo.
Tugas panitia diawali oleh perluasan tanah. Tanah yang semula hanya milik Komando Resort Militer 143 Haluoleo diperluas dengan tanah-tanah masyarakat di sekitarnya baik melalui pembebasan dari dana APBD Propinsi Sulawesi Tenggara maupun dari waqaf H. Paturusi.
Penyerahan waqaf tanah H. Paturusi secara resmi nanti diserahkan langsung oleh Drs. Andi Kaharuddin mewakili ahli waris pada masa Pemerintahan Gubernur Ir. H. Alala menjadi 145 meter x 124 m2.
Peletakan Batu pertama dimulai tahun 1985. Lahan rawa-rawa kemudian ditimbun hingga rata.
Sumber dana pembangunan Masjid ini (Al-Kautsar) selain dari APBD Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara juga berasal dari Pemerintah Pusat, Infaq dan sedekah masyarakat.
Tak hanya itu, nama Presiden RI ke-2 Soeharto disebut ikut berjasa memberikan dana melalui Pemerintah Pusat, setelah Yayasan Masjid Agung Al-Kautsar Kendari bermohon untuk permintaan dana kepada Soeharto.
Bentuk-bentuk bangunan pertama dirancang oleh Ir. J. Ainuddin Kadir yang bekerja di Kantor Wilayah Pekerjaan Umum Provinsi Sulawesi Tenggara.
Bangunan tersebut terdiri : Bangunan induk 1 (satu) lantai berukuran 55 x 45 m2 dan bangunan-bangunan pendukung yang tediri : 1) Tempat Berwudhu dan WC ukuran 22 x 14 m2, 2) Kantor ukuran 21,7 x 11 m2, 3) ruang perpustakaan ukuran 21,7 x 11 m2, dan 4) Pelataran ukuran 55 x 40 m2.
Kemudian pada bagian depan masjid tidak berpintu. Masjid dilengkapi dengan kolam air mancur dan menara berdiameter 6 meter dan tinggi 38 meter yang dibiayai oleh PT. Kedaung.
Pembangunan pertama ditata di lapangan oleh Ir. Surachyo dan Ir. Adwang Kallong. Bangunan induk diperkirakan mampu menampung jamaah sekitar 2.000 orang.
Menara Masjid ini terletak di bagian depan kiri bangunan induk. Tempat berwudhu dan WC terletak di bagian depan kiri bangunan induk.
Kantor terletak di bagian kanan bangunan induk dan perpustakaan terletak pada bagian kanan bangunan induk.
Masjid ini dipakai pertama kali sebagai sholat berjamaah pada tanggal 1 Ramahan tahun 1987 dengan Imam masjid pertama dijabat oleh K.H. Abdullah Umar Tafqi, S.Ip.
Penggunaan Masjid Raya menyebabkan Masjid ”Askariyah” tidak dipakai lagi.
Waktu terus berganti, pada tahun 1992 Kota Kendari yang merupakan Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tenggara terpilih sebagai tuan rumah Seleksi Tilawatil Qur’an Tingkat Nasional (STQ).
Sekretariat STQ tersebut dipusatkan di Masjid Al-Kautsar. Masjid ini sering pula menjadi tempat sholat bagi para tamu-tamu daerah yang berkunjung di Kota Kendari baik pejabat pemerintah maupun perwakilan negara-negara sahabat.
Tahap Renovasi
Pada tanggal 23 Desember 1992 hingga 18 Januari 2003 Pemerintah Sulawesi Tenggara dipimpin oleh Gubernur Drs. H. La Ode Kaimoeddin yang menggantikan Ir. H. Alala berinisiatif merehabilitasi Masjid itu dengan bentuk yang lebih indah.
Rehabilitasi dimulai dengan pembentukan Panitia Rehabilitasi Bangunan Masjid Raya Al-Kautsar Kendari yang ditetapkan dengan Keputusan Gubernur Sulawesi Tenggara Nomor 506 Taun 1996 tanggal 10 Desember 1996.
Panitia Masjid Al-Kautsar dijaman kepemimpinan La Ode Kaimoeddin diketuai oleh Drs. H. Yokoyama Sinapoy, Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, Wakil Ketua Ir. H. Aminuddin Arif, Sekretaris I Drs. Abd. Hamid Basir, Sekretaris II H. Djabar Kaso, Bendahara I Drs. H. M. Yusuf Ponea dan Bendahara II Dra. Hj. Rosmaria Ali.
Drs. H. La Ode Kaimoeddin semula mengharapkan pembiayaan berasal dari para rekanan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara.
Namun karena hasilnya kurang maksimal maka pembangunannya menggunakan dana dari APBD. Pengggunaan dana APBD itu sesuai saran dari Ketua DPA H. Baramuli yang saat itu berkunjung di Sulawesi Tenggara.
Rehabilitasi pertama kali dilakukan pada tahun 2000. Rehabilitasi tidak sampai selesai hingga masa jabatan Gubernur Drs. H. La Ode Kaimoeddin berakhir.
Akan tetapi buah tangan dari Kaimoeddin pada rhabilitasi bangunan-bangunan Masjid ini (Al-Kautsar) sangat besar.
Drs. H. La Ode Kaimoeddin berhasil membangunan lantai 2 samping kiri-kanan, Kaca jendela, Teras depan, pembangunan mimbar sebanyak 2 buah dan ruang istirahat imam di belakang masjid serta kolam dan air mancur di depan masjid yang diikuti dengan rehabilitasi pelataran baru.
Dimana Bangunan-bangunan yang sebelumnya direhabilitasi pada masa pemerintahan Drs. H. La Ode Kaimoeddin, meliputi, Pembangunan lantai 2 samping kiri-kanan, Kaca jendela, Teras depan, pembangunan mimbar sebanyak 2 mimbar dan ruang istirahat imam di belakang masjid serta kolam dan air mancur di depan masjid direhabilitasi menjadi pelataran baru.
Pasca jabatannya Kaimoeddin berakhir, Gubernur Ali Mazi pun menjabat pada 18 Januari 2023 sampai dengan 28 Januari 2008. Saat itu, Ali Mazi mendapat kesempatan melakukan renovasi terhadap Masjid Al-Kautsar ini.
Rehabilitasi yang diselesaikan oleh Ali Mazi, SH, yakni mimbar dirubah kembali dari 2 menjadi 1, kaligrafi kubah bagian dalam dengan kata-kata ”Asmaul Husna” dan menara pada 4 (empat) sudut bangunan induk.
Selain itu yang direhab juga meliputi tambahan 1 unit WC di samping kanan belakang gedung utama yang dipakai oleh kafila MTQN ke -21 di Kendari bulan Juni 2006 lalu.
Kemudian pada jaman pemerintahan Nur Alam yang mejabat gubernur selama dua periode yakni 2008 hingga 2013, Masjid Al-Kautsar Kendari mendapat renovasi yang sangat apik.
Meski dijaman Nur Alam sempat terjadi gempa pada 25 April 2011 lalu yang mencapai 7.0 Skala Richter hingga menyebabkan keempat qubah pendukung di empat sudut bangunan utama mengalami retak parah, namun Nur Alam tak tinggal diam atas kejadian itu.
Nur Alam menginginkan masyarakat di bumi Anoa Sulawesi Tenggara bisa merasakan kenyamanan dalam menjalankan ibadah di masjid besar itu.
Alhasil, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) di jaman Nur Alam menggelontorkan anggaran untuk rehab Masjid Agung tersebut. Besaran anggaran yang dialokasikan yakni Rp13 miliar.
Kini masjid agung Al-Kautsar Kota Kendari sudah tampak megah. Bangunan gedungnya pun terlihat mewah dengan berhiaskan lampu bercorak warna warni yang membuat masjid itu menjadi icon dan wisata religi bagi pengunjung dari luar dan masyarakat Sulawesi Tenggara (Sultra).
Sumber : Simas (Sistem Informasi Masjid) Kemenag Sultra
Editor : Tim Redaksi Amanahsultra.id
Dokumentasi Foto : Netizen Facebook, Foto berita utama (uboth Fotografer)