AMANAHSULTRA.COM : JAKARTA – Kasus pembobolan Bank DKI oleh anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang jumlahnya sangat fantastis mencapai Rp32 miliar. Rupanya menuai sorotan dari berbagai pihak.
Bahkan anggota DPRD Komisi C DKI Jakarta, Ahmad Lukman Jupiter, mempertanyakan sistem keamanan di Bank tersebut.
Kata Lukman, harusnya Bank DKI memiliki sistem keamanan Informasi Teknologi (IT) yang baik dan diaudit secara berkala.
“Di dalam manajemen sistem tentu harus ada dilakukan secara berkala yaitu IT audit. Harusnya ada yang menjamin bahwa aplikasi yang digunakan itu aman, “ungkap Jupiter
Selaim itu menurut Lukman, sistem perbankan di Bank DKI harusnya bisa mencatat transaksi di Bank itu, baik pengisian uang maupun jumlah uang yang ditarik dari rekening nasabah. Kalaupun ada masalah dalam pencatatan, harusnya itu pun bisa segera diketahui.
“Kalau rekening nasabah tidak berkurang, pasti langsung ketahuan enggak sampai dua hari. Jika sudah lama begini baru ketahuan harus dipertanyakan sistemnya, “ujarnya
Bahkan ia juga mempertanyakan audit berkala terkait sistem IT yang dimiliki oleh Bank DKI. Sebab audit ini bisa dilakukan untuk memastikan bahwa hacker tidak bisa meretas sistem yang dimiliki oleh DKI.
“Dengan kejadian ini malah jadi pertanyaan kan? Kok bisa? Harusnya ada ujicoba yang terus melekat dan memastikan hacker tidak bisa menembus sistem keamanan Bank DKI, “kata Lukman
Olehnya itu ia juga mengingatkan agar Bank DKI tidak menganggap kasus ini sepele. Dimana kejadian yang sudah terjadi mengindikasikan ada ketidakberesan dalam sistem keamanan dan keuangan di Bank DKI.
Sehingg ia pun meminta agar hal ini tidak terjadi lagi, karena akan menimbulkan kurangnya kepercayaan masyarakat kepada Bank DKI.
“Apalagi Bank DKI dipercaya mengelola dan menyimpan uang yang sangat besar yakni Rp90 triliun per tahun dan perputaran Rp500 triliun per tahun. Kami meminta agar kasus ini diusut tuntas, “tegasnya
Dalam wawancara sebelumnya, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (KasatPol PP) DKI, Arifin, menyebut pembobolan bank DKI itu diduga dilakukan 12 anak buahnya pada periode Mei sampai Agustus 2019. Nilainya mencapai Rp32 miliar.
Di sisi lain, Sekretaris Perusahaan Bank DKI, Herry Djufraini memastikan bahwa kasus yang terjadi tidak berhubungan dengan dana nasabah bank DKI. Ia pun menegaskan bahwa operasional bank DKI berjalan dengan normal.
“Layanan dan kegiatan operasional perbankan tetap berjalan dengan normal. Atas permasalahan ini, sejak awal kami sudah melakukan koordinasi dengan instansi terkait, “ujar Herry
Laporan : Ifal Chandra